Beredar Isu Kadis Disdabimbik, Non Job, Ada Apa .. .?

kencanamedianews.com / Lampung Utara — Rumor beredar di media sosial, Kepala Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, Bina Kontruksi (Disdabimbik), Lampung Utara, Kadarsyah, menerima sanksi, non job.

Menyoal isu yang beredar, awak media, mempertanyakan kebenaran hal itu melalui via Wa, pada Kepala Badan Kepegawaian & Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Martahan, Selasa (21-11-23).

Hanya saja, belum ada jawaban. Menanggapi itu, Praktisi Hukum, Pipin Fernandes, saat dihubungi melalui via Wa, menjelaskan bila, putusan yang dilakukan baik Gubernur, Walikota maupun Bupati. Selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang melakukan rolling kepada pejabat didaerahnya tanpa melalui prosedur yang sah, tanpa sebab merupakan perbuatan sewenang-wenang pemerintah dan dapat dikatakan non job merupakan penurunan jabatan sebagai bentuk hukuman disiplin berat bagi ASN.

penataan ASN, di atur dalam Pasal 1 Poin 22 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN bahwa penataan PNS berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.

“Untuk dipahami, penjatuhan sanksi kedisiplinan ditempuh melalui upaya administratif berupa keberatan dan banding administratif. Namun, apabila pencopotan jabatan tidak dalam rangka pemberian sanksi kedisplinan, maka sesuai ketentuan yang berlaku, hal ini masuk dalam kategori Keputusan Sewenang-Wenang dan Penyalahgunaan Wewenang Pemerintah,” ujarnya.

Merujuk, Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS, lanjutnya, untuk memutuskan ASN non job harus berdasarkan pemeriksaan tim yang kemudian hasil pemeriksaan tim gabungan tersebut disampaikan ke kepala daerah.

“Apakah pemeriksaan tim telah dilakukan. Bila belum dimungkinkan terjadi pelanggaran prosedur merujuk PP No. 11 tahun 2017,” tuturnya menambahkan.

Selain itu, seorang PNS dapat diputuskan non job dengan syarat apabila PNS tersebut mengundurkan diri dari jabatannya, mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dari PNS dan diangkat dalam jabatan struktural lainnya.

Di lanjutkan cuti diluar tanggungan negara, tugas belajar lebih dari enam bulan, adanya perampingan struktur/organisasi satuan kerja serta tidak sehat jasmani dan rohani.

“Selain pemeriksaan tim, apakah syarat non job itu juga telah terpenuhi. Bila belum, berarti ada proses prosedural yang terlanggar, ” kata dia kembali.

Hukum kepegawaian lanjutnya, secara tegas melarang mutasi jabatan dilakukan secara serta merta mencopot jabatan struktural seseorang.

Lebih lanjut, merujuk Ketentuan Hukum Disiplin Pegawai sebagaimana di atur dalam Pasal 7 Ayat 4 PP No. 53 Tahun 2010 menjelaskan mekanisme yang ditempuh sejak awal sampai masuk tahap pemberian Sanksi Kedisiplinan PNS, di mulai dari pemanggilan secara tertulis oleh atasan langsung atau oleh Tim Pemeriksa.

Selanjutnya, dilakukan pemeriksaaan secara tertutup yang hasilnya dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Pengumpulan Bukti dan Keterangan Saksi, apabila ditemukan pelanggaran dan kesalahan baru dapat dijatuhkan sanksi kedisplinan.

Sanksi yang dapat diberikan pun secara berjenjang mulai dari hukuman ringan, sedang dan berat. Salah satu sanksi dalam hukuman berat adalah pembebasan dari jabatan yang dapat disamakan dengan istilah saat ini yaitu: Non Job.

Di kutip dari mediaindonesia.com, proses non job harus didasari dari argumentasi kuat. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono. Dia menuturkan proses pencopotan secara paksa tanpa argumentasi yang jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang ASN.

Merujuk dari PP tersebut, pencopotan pejabat merupakan bentuk hukuman berat yang harus didahului dengan evaluasi atau sidang etik.

Hukuman berat itu dijatuhkan, jika pejabat yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin atau tidak menunjukkan kinerja yang baik.

“Bisa juga diberhentikan karena kinerja yang sangat rendah. Itu ada ukurannya dan biasanya melalui perhitungan performance, ditunjukkan bahwa dia tidak mencapai target” ujarnya ketika dihubungi, Rabu (18/7) lalu.

Jika prosedur itu tidak dilakukan, maka Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) akan turut memeriksa kepala daerah serta pejabat kepegawaian yang berwenang.

Merujuk pasal 118 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebutkan, bahwa pejabat pimpinan tinggi yang tidak memenuhi kinerja yang dijanjikan dalam waktu satu tahun di suatu jabatan diberi kesempatan selama enam bulan untuk memperbaiki kinerjanya. Bila tidak menunjukkan perbaikan kinerja, maka pejabat bersangkutan harus mengikuti ulang uji kompetensi.

Sementara pada pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Aparatur Sipil Negara disebutkan bahwa setiap atasan wajib memeriksa lebih dulu PNS yang dijatuhi hukuman disiplin. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup dan hasilnya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Non Job adalah hukuman berat yang diberikan kepada PNS yang melakukan kesalahan dan pelanggaran yang berat, misalnya terbukti tidak setia dan taat kepada Pancasila dan UUD 1945, membocorkan rahasia jabatan, terbukti tidak memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat, tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 sampai 45 hari kerja, tidak mencapai sasaran kerja kurang dari 25 % sampai akhir tahun dan lain sebagainya. Bagaimana apabila pejabat yang non job sama sekali tidak melakukan kesalahan atau tidak sedang terkena sanksi kedisiplinan ? Keputusan Sewenang-Wenang dan Penyalahgunaan Wewenang Pemerintah.

Apabila seorang pejabat atau aparatur sipil negara di daerah yang Non Job namun pada faktanya bahwa pejabat atau aparatur sipil negara dimaksud telah bekerja dengan baik, memiliki disiplin dalam bekerja, sehat jasmani dan rohani, memiliki sikap moral etik yang baik dan tidak sedang dijatuhi sanksi kedisplinan baik teguran lisan, tertulis dan sanksi lainnya maka keputusan Non Job dimaksud menjadi suatu Keputusan Sewenang-wenang dan tidak tepat aturan.

Apabila keputusan non job dalam rangka penjatuhan sanksi kedisiplinan tentunya dapat ditempuh upaya administratif berupa keberatan dan banding administratif. Namun bagaimana apabila pencopotan jabatan tidak dalam rangka pemberian sanksi kedisplinan, maka sesuai ketentuan yang berlaku, hal ini masuk dalam kategori Keputusan Sewenang-Wenang dan Penyalahgunaan Wewenang Pemerintah.

Dalam UU UU No. 51 Tahun 2009 Jo. UU 9 Tahun 2004 Jo. UU 5 Tahun 1896 tentang PTUN, apabila seseorang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan TUN agar keputusan itu dinyatakan batal atau tidak sah yang dapat disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi. UU memberikan kesempatan selama 3 bulan kepada pihak yang dirugikan untuk menempuh jalur ini.

Sudah sepatutnya dalam membuat suatu keputusan (beschikking) pemerintah bersikap cermat dan berprinsip kehati-hatian dalam mematuhi peraturan perundangan yang ada, karena dapat berakibat keputusan/tindakan pemerintah menjadi tidak sah. Tidak sahnya tindakan pemerintah tersebut pada akhirnya akan berakibat keputusan yang dibuat cacat yuridis sehingga batal demi hukum atau dapat dibatalkan.

Keputusan Non Job tanpa dasar pun dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik secara prosedural, substansial dan dilakukan dengan cara menyalahgunakan kewenangan bahkan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. Lebih lanjut dalam Pasal 53 Ayat 2 UU PTUN mengatur tentang perbuatan sewenang-wenang pemerintah, karena peraturan perundangan secara rigid telah memberikan kewenangan kepada Pejabat TUN dalam melaksanakan urusan kepegawaian.

Selain upaya PTUN dimaksud, bagi Pejabat yang telah dirugikan haknya, dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Daerah secara tertulis dan bilamana tidak ditanggapi dapat meneruskan keberatannya kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di Jakarta.

Penyalahgunaan kekuasaan juga merupakan bentuk Tindak Pidana Kejahatan Jabatan yang di atur dalam KUHP, lebih lagi menjurus pada unsur pencemaran nama baik bagi pejabat non job yang dapat membuktikan tidak pernah melakukan kesalahan dan pelanggaran berat namun dicopot jabatannya. Dan upaya perdata berupa Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yaitu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang, yang karena kesalahannya itu telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Pengembalian Jabatan dan Pemulihan Nama Baik Keputusan Non Job tersebut juga menjadi tidak sejalan dengan manajemen penataan ASN sebagaimana di atur dalam Pasal 1 Poin 22 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN bahwa penataan PNS berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.

Pada akhirnya, semua pihak berharap Pemerintah Daerah dapat lebih profesional dalam melakukan penataan aparatur sipil negara di daerah, sehingga dapat terciptanya abdi negara yang dapat bekerja secara profesional dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat tanpa harus terganggu oleh ketidakpastian kebijakan pejabat berwenang yang tidak tepat dalam menerapkan aturan di bidang kepegawaian.