Bandar Lampung,-Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad Tio Aliansyah ngobtol etika penyelenggara pemilu (Ngetren) dengan media, di Bandar Lampung, Minggu 26 Maret 2023. Selain Tio, ada juga Ketua Bawaslu, KPU, dan Ketua PWI Lampung, dalam ngobrol tersebut, di pandu Wildan, staf Humas DKPP.
“Untuk pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU Kabupaten/Kota, dibentuk DK-KPU Provinsi. Dan Tanggal 12 Juni 2012 DK KPU secara resmi berubah menjadi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu disingkat DKPP berdasarkan UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum,” kata M Tio Aliansyah, di hotel Bukit Randu, Bandar Lampung.
Menurut Tio, DKPP menangani perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Ada lima Anggota DKPP periode 2022-2027 yang dilantik oleh Presiden Joko Widodo adalah J. Kristiadi, Heddy Lugito, Ratna Dewi Pettalolo, Muhammad Tio Aliansyah, dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.
“Secara umum sanksi yang dijatuhkan DKPP adalah Pemberhentian dari Jabatan dan dikembalikan ke instansi asal (1), Peringatan (1). DKPP juga merehabilitasi nama baik delapan penyelenggara pemilu karena tidak terbukti melakukan pelanggaran KEPP,” kata Tio.
Tio menjelaskan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan, Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu.
Dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat (Pasal 1 ayat (7)).
Selanjutnya, Pasal 1 ayat (24) menyebutkan, “Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu”. Penjelasan tentang DKPP diatur terinci pada Bab III, Pasal 155-Pasal 166. Tugas DKPP disebutkan pada Pasal 156 ayat (1),
Yakni menerima aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu; dan melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.
Selanjutnya, DKPP memiliki kewenangan memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan.
Memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain; dan memberikan sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode etik; dan memutus pelanggaran kode etik (Pasal 159 ayat (2).
Kewajiban DKPP diuraikan pada Pasal 159 ayat (3), yaitu; menerapkan prinsip menjaga keadilan, kemandirian, imparsialitas, dan transparansi; menegakkan kaidah atau norma etika yang berlaku bagi Penyelenggara Pemilu.
Kemudian bersikap netral, pasif, dan tidak memanfaatkan kasus yang timbul untuk popularitas pribadi; dan menyampaikan putusan kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti.
Subjek penanganan perkara DKPP (subjectum litis) terdiri atas; Pengadu dan Teradu. Tentang Pengadu disebutkan pada Pasal 458 ayat (1) yaitu; Peserta Pemilu, Tim kampanye, Masyarakat, dan/atau pemilih yang dilengkapi dengan identitas pengadu kepada DKPP.
Sedangkan Teradu terdiri dari atas 3 unsur, yaitu; unsur KPU; Anggota KPU, Anggota KPU Provinsi, Anggota KPU Kab/Kota, Anggota KIP Aceh, Anggpta KIP Kab/Kota, Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS), Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).
Termasuk unsur Bawaslu; Anggota Bawaslu, Anggota Bawaslu Provinsi, Anggota Bawaslu Kab/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Desa/Kelurahan, dan Pengawas TPS, dan Anggota Panwaslu Luar Negeri; Jajaran Sekretariat Penyelenggara Pemilu. Meskipun teradu adalah semua jajaran penyelenggara Pemilu dari Pusat sampai tingkat paling rendah, pola penanganan dugaan adanya pelanggaran kode etik dilakukan secara berjenjang:
Berdasarkan Pasal 155 ayat (2) “DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota”.
Putusan DKPP bersifat final dan mengikat (final and binding). Pada tahun 2013, sifat putusan yang diatur sejak DKPP masih menggunakan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu pernah di-judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh kelompok masyarakat sipil. (Red)