Kencana Media, Lampung – Komisariat Pusat Komite Transparansi Pembangunan (KTP) mempertanyakan perkembangan kasus atas laporan pengaduan terkait dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur tahun anggaran 2022, yang saat ini sedang ditangani Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.
Menurut Administratur Utama KTP Komisariat Pusat Denny Roslan, sebagaimana disampaikan dalam laporan pengaduan, bahwa pada tahun anggaran 2022, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur menganggarkan belanja barang dan jasa senilai Rp 1.653.342.857.197,00, dengan realisasi anggaran sebesar 82.06 persen, atau sebesar Rp 1.356.704.493.060,37, antara lain dibelanjakan untuk honorarium Tim Pelaksana Kegiatan pada BPKAD senilai Rp 18.481.500.000,00 dan Sekda sebesar kom 7.217.244.200,00.
Denny mengungkapkan, berdasarkan dokumen LHP BPK-RI Nomor 18a/LHP/XIX.SDM/5/2023 tertanggal 4 Mei 2023 atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur Tahun 2022, diketahui dan ditemukan adanya potensi kerugian negara/daerah atas realisasi belanja barang dan jasa sebagaimana disebutkan di atas.
Menurut Denny, bahwa pembayaran honorarium melebihi batas ketentuan pemberian honorarium
Kegiatan dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan serta merealisasikan pembayaran honorarium berdasarkan SK Kepala BPKAD 19 SK dan SK Bupati Kutim sebanyak 181 SK.
Hasil penelaahan terhadap SK Tim Pelaksana Kegiatan pada BPKAD tersebut diketahui bahwa seluruh SK tersebut tidak mencantumkan perincian nama pegawai secara spesifik yang jelas dan terukur.
Selain itu, tidak merujuk pada penetapan honorarium yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional dan Peraturan Bupati Kutai Timur Nomor 52 Tahun 2019 tentang Implementasi Transaksi Non Tunai Pasal 3 Ayat 3 yang menyatakan bahwa setiap barang dan jasa yang menggunakan mekanisme uang persediaan ganti uang dan tambah uang yang diproses melalui pengajuan Nota Pencairan Dana oleh masing-masing PPTK terdapat beberapa komponen belanja yang dapat dibayarkan secara tunai oleh bendahara pengeluaran kepada PPTK.
Dengan pelaksanaan pembayaran yang dilakukan secara tunai yang bertentangan dengan Peraturan Bupati Kutai Timur Nomor 52 Tahun 2019 Pasal 3 ayat (3), patut diduga adanya pemotongan/penyunatan/transaksi fiktif atas nominal yang dibayarkan tersebut oleh oknum pejabat di lingkungan BPKAD dan Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur.
Berdasarkan uraian tersebut, mengakibatkan ketidakhematan anggaran dan berpotensi kerugian keuangan negara/daerah atas pembayaran honorarium Tim Pelaksana Kegiatan pada BPKAD dan Setda Kutai Timur senilai Rp p16.183.601.077,85.
Bahwa sebelumnya, menurut Denny, pihak Intel Kejati Kaltim telah melakukan pengumpulan barang bukti dan keterangan [pulbaket] dengan meminta keterangan beberapa pejabat di lingkungan Pemkab Kutim di Kantor Kejati Kutim akhir 2023 lalu.
Untuk memuluskan skenario tersebut, ungkap Denny, pihak Intel Kejati Kaltim melalui Kabag Hukum Kabupaten Kutim meminta agar setiap bidang di lingkungan BPKAD Kutim bisa memberikan nama-nama staf untuk dimintai keterangan terkait kasus a quo.
Bahwa Kabag Hukum Kabupaten Kutim menyanggupi hal tersebut dengan melakukan koordinasi intensif kepada para pejabat di lingkungan BPKAD Kutim untuk menyiapkan nama staf di lingkungan BPKAD Kutim yamg dianggap sejalan dengan maksud dari skenario tersebut.
“ Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan serius yang memerlukan perhatian dan penanganan secara khusus dan serius pula sebagaimana tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkoba. Kami berharap perhatian dan keseriusan dari semua pihak untuk menyikapi hal ini,” tegas Denny.
(Red)
Komisariat Pusat Komite Transparansi Pembangunan (KTP) mempertanyakan perkembangan kasus atas laporan pengaduan terkait dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur tahun anggaran 2022, yang saat ini sedang ditangani Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.
Menurut Administratur Utama KTP Komisariat Pusat Denny Roslan, sebagaimana disampaikan dalam laporan pengaduan, bahwa pada tahun anggaran 2022, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur menganggarkan belanja barang dan jasa senilai Rp 1.653.342.857.197,00, dengan realisasi anggaran sebesar 82.06 persen, atau sebesar Rp 1.356.704.493.060,37, antara lain dibelanjakan untuk honorarium Tim Pelaksana Kegiatan pada BPKAD senilai Rp 18.481.500.000,00 dan Sekda sebesar kom 7.217.244.200,00.
Denny mengungkapkan, berdasarkan dokumen LHP BPK-RI Nomor 18a/LHP/XIX.SDM/5/2023 tertanggal 4 Mei 2023 atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur Tahun 2022, diketahui dan ditemukan adanya potensi kerugian negara/daerah atas realisasi belanja barang dan jasa sebagaimana disebutkan di atas.
Menurut Denny, bahwa pembayaran honorarium melebihi batas ketentuan pemberian honorarium
Kegiatan dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan serta merealisasikan pembayaran honorarium berdasarkan SK Kepala BPKAD 19 SK dan SK Bupati Kutim sebanyak 181 SK.
Hasil penelaahan terhadap SK Tim Pelaksana Kegiatan pada BPKAD tersebut diketahui bahwa seluruh SK tersebut tidak mencantumkan perincian nama pegawai secara spesifik yang jelas dan terukur.
Selain itu, tidak merujuk pada penetapan honorarium yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional dan Peraturan Bupati Kutai Timur Nomor 52 Tahun 2019 tentang Implementasi Transaksi Non Tunai Pasal 3 Ayat 3 yang menyatakan bahwa setiap barang dan jasa yang menggunakan mekanisme uang persediaan ganti uang dan tambah uang yang diproses melalui pengajuan Nota Pencairan Dana oleh masing-masing PPTK terdapat beberapa komponen belanja yang dapat dibayarkan secara tunai oleh bendahara pengeluaran kepada PPTK.
Dengan pelaksanaan pembayaran yang dilakukan secara tunai yang bertentangan dengan Peraturan Bupati Kutai Timur Nomor 52 Tahun 2019 Pasal 3 ayat (3), patut diduga adanya pemotongan/penyunatan/transaksi fiktif atas nominal yang dibayarkan tersebut oleh oknum pejabat di lingkungan BPKAD dan Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur.
Berdasarkan uraian tersebut, mengakibatkan ketidakhematan anggaran dan berpotensi kerugian keuangan negara/daerah atas pembayaran honorarium Tim Pelaksana Kegiatan pada BPKAD dan Setda Kutai Timur senilai Rp p16.183.601.077,85.
Bahwa sebelumnya, menurut Denny, pihak Intel Kejati Kaltim telah melakukan pengumpulan barang bukti dan keterangan [pulbaket] dengan meminta keterangan beberapa pejabat di lingkungan Pemkab Kutim di Kantor Kejati Kutim akhir 2023 lalu.
Untuk memuluskan skenario tersebut, ungkap Denny, pihak Intel Kejati Kaltim melalui Kabag Hukum Kabupaten Kutim meminta agar setiap bidang di lingkungan BPKAD Kutim bisa memberikan nama-nama staf untuk dimintai keterangan terkait kasus a quo.
Bahwa Kabag Hukum Kabupaten Kutim menyanggupi hal tersebut dengan melakukan koordinasi intensif kepada para pejabat di lingkungan BPKAD Kutim untuk menyiapkan nama staf di lingkungan BPKAD Kutim yamg dianggap sejalan dengan maksud dari skenario tersebut.
“ Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan serius yang memerlukan perhatian dan penanganan secara khusus dan serius pula sebagaimana tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkoba. Kami berharap perhatian dan keseriusan dari semua pihak untuk menyikapi hal ini,” tegas Denny.
(Red)