Lampung (Kencanamedianews)- Pelaksanaan proyek Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RSPTN) Universitas Lampung (Unila) semakin bergejolak dan meruncing.
Ketua Dewan Pembina Gapeksindo Lampung Doni Barata menduga ada persekongkolan untuk menentukan pemenang tender dalam proyek pembangunan RSPTN yang didanai ADB (Asian Development Bank).
“Kami melaporkan kasus persekongkolan,” ujar dia. Laporan itu terkait tender pekerjaan CWU pembangunan RSPTN, IRC, dan WWTP Universitas Lampung.
“Persekongkolan itu kita lihat dari bukti-bukti foto pertemuan yang dihadiri PT Nindya Karya, Rektor, dan Wakil Rektor II yang sekarang sudah nggak lagi, Pak Rudy,” kata Doni.
PT Nindya Karya merupakan perusahaan pemenang tender proyek RSPTN Unila dengan nilai penawaran Rp192.865.665.859,12.
Sementara, Prof Rudy merupakan Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan yang telah diberhentikan berdasar Surat Keputusan Nomor 2719/UN26KP/2024 tertanggal 26 Februari yang ditandatangani Rektor Universitas Lampung Prof Lusmeilia Afriani.
“Kalau kita lihat (pertemuan) itu sebelum lelang diadakan. Setelah lelang, terbukti PT Nindya Karya dimenangkan di situ,” jelas Doni.
Pihak Terlapor dalam aduan itu adalah Rektor Universitas Lampung Prof Lusmeilia Afriani dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) selaku pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Doni melaporkan dugaan persekongkolan dengan alat bukti berupa voicemail, foto, dan tangkapan layar percakapan PPK dalam aplikasi WhatsApp.
“Karena ada dalam pernyataan PPK, screenshot WA dia itu ‘Ini loan Pak’. Ini ditentukan pemenangnya oleh KPA dalam hal ini Rektor, dan Dirjen,” tutur Doni.
Menurut dia, pihak yang menentukan pemenang lelang semestinya Tim Pokja Tender RSPTN Unila yang kemudian diajukan kepada PPK.
“Tim Pokja menyaring penawaran paling rendah, komprehensif, kompatibel, baru diajukan ke PPK untuk menentukan pemenang tender, bukan sebaliknya,” jelas dia.
Doni mengaku pelaporan itu didasari tanggung jawabnya selaku Ketua Dewan Pembina Gapeksindo Lampung. Sebab, lanjutnya, akibat perbuatan ini diduga merugikan negara sekitar 18 miliar rupiah.
“Kami harap Unila sebagai lembaga pendidikan tidak bermain-main, jujur, tegak lurus karena output dari lembaga pendidikan itu adalah menghasilkan mahasiswa yang jujur,” kata dia.