LAMPUNG UTARA, Kencana Media News |
Defisit Kabupaten Lampung Utara alami lonjakan. Di tahun anggaran (TA) 2021, defisit tercatat Rp10,4 milyar. Angka itu, naik di TA 2022 mencapai Rp63, 9 milyar.
Dimungkinkan, kebocoran anggaran yang menjadi salah satu penyebab lonjakan angka defisit di daerah adalah besarnya angka dana hibah yang dikucurkan.
Hasil laporan BPK di 2023, realisasi dana hibah yang dikucurkan melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) TA 2022, tercatat Rp18, 6 milyar.
Dalam pelaksanaan penganggaran serta belanja hibah instansi vertikal, ormas dan masyarakat tersebut dalam beberapa aitem tidak sesuai dengan ketentuan. Dan, terkesan menghamburkan luncuran dana hibah yang disampaikan.
Hasil uji petik proposal hibah di Kesbangpol,
seperti: Bawaslu Lampung Utara dan KPU, serta instansi yang lainnya, menunjukkan terdapat dokumen hibah yang tanggalnya ditetapkan pada 19 Oktober 2021.
Hasil evaluasi yang disampaikan tim verifikasi bidang pada Kesbangpol, proposal ormas maupun lembaga vertikal telah melewati tanggal Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Selain itu, di instansi vertikal diberikan dua kali dalam setahun. Seperti hibah di KPU.
Hal itu, di tilik dalam surat keputusan bupati Lampung Utara No. B/122/36-LU/HK/2022 tertanggal 1 Januari 2022, ditetapkan angka hibah sebesar Rp250 juta dan diterbitkannya kembali keputusan bupati No. B/349/36-LU/HK/2022 tanggal 1 November 2022 ditetapkan angka hibah tambahan pada APBD Perubahan sebesar Rp500 juta. Hal itu, tidak sesuai dengan Permendagri No. 77 tahun 2020 yang menyatakan bahwa hibah pada pemerintah pusat hanya dapat dilakukan satu kali dalam satu tahun anggaran.
Selain itu, hasil pemeriksaan BPK, ditemukan adanya dana hibah kepada instansi vertikal diberikan secara terus menerus setiap tahun anggaran. Padahal, lembaga/instansi tersebut telah menerima kucuran anggaran melalui APBN.
Merujuk pemeriksaan atas proposal pengajuan hibah berpotensi terjadi tumpang tindih pendanaan kegiatan yang telah dibiayai APBN sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pihak BPK juga menemukan pembayaran uang hibah dengan nilai lebih dari Rp200 juta dilakukan satu tahap sekaligus.
Hal itu, bertentangan dengan peraturan bupati No. 25 tahun 2022 tentang tata cara penganggaran pelaksanaan, penatausahaan pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD.
Pada pasal 23, ayat 2, menyebutkan pembayaran belanja hibah dengan nilai di atas Rp200 juta dilakukan dua tahap atau lebih.. Pada ayat 3, menyebutkan pelaksanaan pembayaran tahap berikutnya dilakukan setelah penerima hibah menyampaikan laporan penggunaan belanja hibah tahap sebelumnya pada SKPD selaku pengguna anggaran.
Dari uji petik BPK menyimpulkan realisasi belanja hibah beresiko tidak tepat sasaran dan terus menerus membebani keuangan daerah serta mengurangi kemampuan daerah untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Selain itu, realisasi belanja hibah sebesar Rp470 juta belum dapat diketahui kesesuaian penggunaannya.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Mat Soleh, di ruang kerjanya, Kamis (19-10-23) mengatakan menyoal dana hibah yang cair lebih dulu baik ormas maupun lembaga vertikal, sehingga proposal yang disampailan telah melewati tanggal Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Pihaknya tidak mengetahui lebih rinci hal itu.
“Kalau tahun sebelumnya saya tidak paham. Sekarang, pengajuan proposal disampaikan lebih dulu sebelum KUA PPAS ditetapkan”, kata dia.
Menanggapi untuk dana hibah yang disampaikan dua kali dalam setahun, Mat Soleh, berdalih itu kesalahan persepsi. Sebenarnya, hibahnya satu kali, pencairannya dilakukan dua kali.
“Kalau hibah satu kali, pencairannya dua kali sesuai dengan Permendagri yang dikuatkan dengan Perbup. No. 25 tahun 2022”, kata dia.
Untuk dana hibah kepada instansi vertikal diberikan secara terus menerus setiap tahun anggaran. Dia menjawab, dapat diberikan selama kegiatan yang dilakukan itu bukan kegiatan yang sama.
“Khusus untuk instansi vertikal dapat dilakukan selama kegiatan yang dibantu dana hibah tersebut bukan kegiatan yang sama” kata Mat Soleh kembali.
Terpisah, Ketua tim Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah (TPAD) Kabupaten Lampung Utara, Lekok, di ruang kerjanya, beberapa hari lalu mengatakan defisit anggaran itu normal dalam penyusunan APBD.
“Dalam penyusunan anggaran kalau nggak defisit ya surplus,” kata dia.
Disinggung hasil evaluasi yang disampaikan BPK tentang proposal ormas maupun lembaga vertikal telah melewati tanggal Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Dia menjawab, kalau KUA-PPAS adalah kebijakan umum dan mengacu pada kebutuhan mendesak. Kalau pertimbangan tim anggaran perlu dilakukan penambahan APBD maka bisa dilakukan.
“Dapat dilakukan tergantung dari kebutuhan dan pertimbangan tim anggaran,” tuturnya kembali.
Sementara, ditemukan adanya dana hibah kepada instansi vertikal diberikan secara terus menerus setiap tahun anggaran. Padahal, lembaga/instansi tersebut telah menerima kucuran anggaran melalui APBN.
Lekok, menjawab, diperkenankan untuk instansi vertikal asal kegiatan itu tidak tumpang tindih dengan kegiatan yang dibiayai melalui dana APBN. YUD/TIM