BANDAR LAMPUNG, KENCANA MEDIA NEWS | Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung Hutamrin dimutasi buntut kasus dugaan mark-up biaya hotel dalam perjalanan dinas anggota DPRD Tanggamus tahun anggaran 2021.
Mutasi ini tertuang dalam Keputusan Jaksa Agung Nomor: Kep-IV-334/C/07/2023 tanggal 20 Juli 2023. Surat itu diteken Jaksa Agung Bidang Pembinaan Kejagung Bambang Sugeng Rukmono.
Dalam surat yang diterima Rilisid Lampung, Senin (24/7/2023), Hutamrin dimutasi sebagai Kepala Subdirektorat Pemantauan pada Direktorat Teknologi Informasi dan Produksi Intelijen Jamintel Kejagung di Jakarta.
Dikutip dari RilisId posisinya digantikan oleh Muhammad Amin, yang sebelumnya menjabat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Selain Aspidsus, Asdatun Kejati Lampung ditempati pejabat baru yakni Dwi Indrayati. Dia sebelumnya menjabat Kajari Banyumas.
Dikonfirmasi hal tersebut, Aspidsus Kejati Lampung Hutamrin masih enggan berkomentar dan meminta untuk tanyakan langsung kepada Kasipenkum Kejati Lampung I Made Agus Putra.
“Saya nggak bisa ngasih statement itu ranahnya kasipenkum,” ujarnya.
Sementara itu, Kasipenkum Kejati Lampung I Made Agus Putra belum memberikan jawaban. Bahkan saat dihubungi melalui sambungan telepon ke nomor 0813-7971**** panggilan ditolak, dan pesan Whatshap belum dijawab.
Diketahui, Kejati Lampung meningkatkan kasus dugaan mark-up di sekretariat DPRD Tanggamus ke tahap penyidikan.
Meski begitu, Kejati belum menetapkan tersangka pada perkara yang diperkirakan merugikan negara Rp7,7 miliar tersebut.
Hal ini diketahui dari ekspose yang dipimpin Asisten Pidana Khusus (Aspidsus), Hutamrin, di Kejati Lampung, Rabu (12/7/2023).
Menurut dia, mark-up dilakukan pada biaya penginapan dalam anggaran perjalanan dinas paket meeting dalam dan luar kota tahun 2021.
Anggaran diperuntukkan bagi 45 legislator Tanggamus. Rinciannya, empat pimpinan dewan dan 41 anggota DPRD.
Total jumlah anggaran adalah Rp14,3 miliar lebih dengan realisasi Rp12,9 miliar.
Adapun modusnya dengan melampirkan tagihan biaya kamar hotel lebih tinggi dari surat pertanggungjawaban (SPj) yang ditetapkan.
“Selain itu, ada tagihan hotel fiktif. Nama tamu di bill (tagihan) hotel dan SPj tidak pernah menginap berdasarkan sistem di hotel,” ucapnya.
Modus terakhir, berdasar catatan dari sistem komputer hotel tempat menginap ditemukan satu kamar diisi dua anggota DPRD.
“Namun bill hotel yang dilampirkan di dalam SPJ dibuat untuk masing-masing nama (dobel bill) dan kemudian harganya di-mark-up,” ungkapnya.
Biaya hotel perjalanan dinas luar dan dalam kota dibagi beberapa daerah. Antara lain Bandarlampung enam hotel, Jakarta 2, Jawa Barat 12, dan Sumatera Selatan 7.
Hutamrin mengungkapkan bill hotel yang dilampirkan di SPJ bukan dikeluarkan oleh pihak hotel. Namun, dicetak empat travel, yakni travel W, SWI, A, dan AT.
Namun, setelah dilakukan eksposes, pihak Kejati Lampung sempat meminta awak media untuk menarik kembali pemberitaan tersebut.
Menurut Kepala Kejati Lampung Nanang Sigit Yulianto permintaan take down karena belum Surat Perintah Penyidikan (Sprindik/SPDIK) perkara dugaan korupsi di DPRD Tanggamus belum ditandatangani.
“Waktu itu saya cek, ternyata SPDIK-nya belum ditandatangani,” katanya Nanang. (*)