Patutkah masih dipertahankan oleh Walikota Bandar Lampung

Kencana Media News, Bandar Lampung | Masih segar dalam ingatan kita, keterangan tersangka Hayati, mantan pembantu bendahara penerima di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandar Lampung, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjung jarang, hari Rabu (21/6), terkait perkara korupsi retribusi sampah di DLH Kota Bandar Lampung Tahun Anggaran 2019-2021 yang merugikan negara sekitar Rp. 6,9 M.

Hadir saksi-saksi pada saat itu mantan Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung, Riana Apriana, Kepala DLH Kota Bandar Lampung, Budiman PM, Kabid Pengelola Sampah, Ismed Saleh dan Bendahara penerima, Kaldera.

Adapun para terdakwa yakni mantan Kepala DLH Kota Bandar Lampung, Sahriwansah, mantan Kabid Tata Lingkungan, Haris Fadilah dan mantan pembantu bendahara, Hayati.

Dalam keterangan salah satu tersangka Hayati, ternyata dia kerap membagi-bagikan uang hasil retribusi sampah kepada para atasannya, termasuk Plt. Kadis Lingkungan Hidup saat itu Riana Apriana.

Saksi Riana Apriana, yang menjabat sebagai Plt. Kadis Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung sejak Oktober 2021 hingga Juli 2022, mengaku menerima secara rutin uang sejumlah Rp. 25 juta per bulan dari terdakwa Hayati dan menurut keterangannya uang tersebut digunakan sebagai operasional di lapangan dan untuk makan satgas.
Selain itu Riana juga mengaku mendapatkan setoran rutin dari penagih retribusi DLH Kota Bandar Lampung dan penagih UPT dengan nilai yang bervariasi.

Dalam sidang tersebut JPU mengungkapkan bahwa total dana yang diterima oleh saksi Riana adalah sebesar Rp. 250 juta dan Riana mengatakan bahwa uang tersebut telah dikembalikan sebagai pengganti kerugian negara ke rekening penitipan Kejati.

Ada yang menarik dalam keterangan saksi Riana yang notabene saat ini telah memiliki jabatan definitif sebagai pejabat esselon 2, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandar Lampung.

Tidak masuk akal jika seseorang menerima pendapatan yang tidak resmi tanpa miliki pemikiran dari mana asal pendapatan tersebut, apalagi pendapatan tersebut diterima secara rutin setiap bulan hingga mencapai angka Rp. 250 juta.

Belum lagi ditambah adanya informasi yang berkembang di media sosial, dalam laman Instagram Walikota Bandar Lampung, terkait saksi Riana, mengutip seperti yang disampaikan oleh akun adeyulandari dalam kolom komentarnya, memohon kepada Wali kota Bandar Lampung agar meninjau kinerja Kadis Koperasi dan UKM Kota Bandar Lampung karena ada indikasi penyelewengan penggunaan anggaran Dinas untuk kepentingan pribadi sehingga ada permintaan pengembalian dana ke negara sebesar Rp. 91 juta.

Selain itu disebutkan bahwa yang bersangkutan, melalui staf kepercayaannya juga ditengarai kerap melakukan tindakan pemerasan dengan meminta setoran dari koperasi-koperasi binaannya. Akun adeyulandari meminta dan memohon kepada Walikota Bandar Lampung untuk kiranya mengkros-cek informasi ini untuk Kota Bandar Lampung yang bebas korupsi.

Menyikapi kondisi ini, GEPAK Lampung merasa sangat miris dan prihatin. Bahwa di Kota Bandar Lampung masih ada pejabat Esselon 2 yang tidak dapat menjalankan dan menjaga moral dan etika jabatan yang diembannya serta menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya. Menjadi pertanyaan besar yang ditujukan kepada Walikota Bandar Lampung, layakkah seorang pejabat di bawahnya yang jelas-jelas secara nyata telah melakukan indikasi ikut menikmati hasil korupsi, tetap dipertahankan dan dipercaya mengemban jabatan esselon 2.

GEPAK Lampung dalam hal ini ikut mendorong Walikota Bandar Lampung untuk segera mengambil langkah-langkah tindak lanjut terkait kasus ini, investigasi awal melalui Inspektorat Kota Bandar Lampung dan bila ditemukan unsur pidana agar segera ditindaklanjuti ke lembaga yang berwenang.

Penulis: YudiEditor: Duta Allafia.,S.h